Minggu , 22 Desember 2024
BeritaInternasional

Genosida Terus Berlanjut: Bagaimana Israel Mengebom Tenda Pengungsi Palestina di “Zona Aman” Rafah

GAZA – Dalam kegelapan total, api berkobar di seluruh blok tenda di “zona aman” yang ditetapkan Israel bagi pengungsi Palestina, di barat laut kota Rafah. Orang-orang lari ketakutan karena kebakaran yang terjadi akibat pemboman. Api itu sendiri merupakan satu-satunya sumber cahaya, yang mengungkap kebenaran tentang kejahatan yang terjadi di kamp pengungsian.

Seorang laki-laki sedang membawa jenazah seorang anak. Tubuhnya kehilangan kepala. Kita bisa melihat tangan-tangan yang tercabik-cabik menjulur dari tubuh yang hancur. Kakinya juga putus. laki-laki itu mengangkat tubuh jenazah itu tinggi-tinggi seolah ingin menunjukkan kepada semua orang apa yang terjadi di sini.

Video adegan mengerikan itu kemudian menjadi viral. Tersebar ke seluruh dunia.

Video lain yang diposting oleh para penyintas menunjukkan seorang laki-laki dengan luka bakar parah telentang dengan tangan terulur. Api pemboman telah menghanguskan tubuhnya dan membuatnya cacat hingga tak bisa dikenali lagi. Orang-orang menariknya keluar dari api dan berusaha memadamkan sebagian api yang masih membakar tubuhnya.

Kebakaran akibat pemboman terjadi di lebih dari 30 tenda pengungsi di Rafah, tempat ratusan ribu penduduk sipil Palestina terpaksa mengungsi. Tentara Israel mengumumkan bahwa mereka telah menargetkan pejabat “senior” Hamas dan serangan udara tersebut “tepat”. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kemudian dilaporkan mengatakan bahwa hal itu adalah “kesalahan tragis”. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Gaza, sekitar 45 orang meninggal dunia (tepatnya dibunuh Israel), termasuk 23 perempuan dan anak-anak, dan 249 orang lainnya terluka.

Media Mondoweiss mengumpulkan kesaksian para penyintas. Setiap kisah menggambarkan pengalaman pembantaian, yang memiliki arti khusus mengingat tentara Israel telah menyuruh mereka pergi ke Rafah agar tidak menjadi korban. Daerah di mana serangan udara terjadi disebut “Kamp Perdamaian Kuwait”.

Ini bukan insiden pertama yang didokumentasikan Mondoweiss di mana tentara Israel menargetkan orang-orang di “zona aman”. Pembantaian di Rafah juga bukan satu-satunya yang terjadi pada hari itu. Tentara Israel melakukan tujuh pembantaian di Jalur Gaza yang telah menyebabkan 66 warga Palestina tewas dalam 24 jam terakhir, sejak Senin (26/05).

Nidal Al-Attar, yang mengungsi dari Kota Gaza ke Rafah, harus tinggal di tenda bersama keluarganya yang berjarak 300 meter dari lokasi pemboman. Ia berdiri di depan kamera dengan wajah lelah dan ketakutan dan memberikan kesaksiannya.

“Seperti yang Anda lihat dengan mata Anda, ini adalah dapur makanan. Orang-orang memasak di sini setiap hari dan memberi makan para pengungsi di kamp. Tempat ini telah berubah menjadi abu, seperti yang Anda lihat” katanya kepada Mondoweiss.

Nidal al-Attar mengisahkan bahwa mereka datang ke tempat pengungsiaan tersebut berdasarkan peta yang diterbitkan tentara Israel.

“Mereka menyuruh kami pergi ke daerah Tal Al-Sultan (daerah zona aman yang disebut Isreal), dan di sinilah mereka mengebom kami dan mengebom sumber makanan kami,” kata Nidal al-Attar.

Nidal mengatakan bahwa ia dan keluarganya sedang duduk di tenda pengungsi mereka ketika mendengar empat serangan rudal. Ia kemudian mengetahui bahwa rudal-rudal tersebut langsung mengenai dapur, sumur air, dan tenda-tenda di dekatnya yang menyimpan sejumlah makanan dan peralatan memasak. Nidal dan tetangganya di kamp pengungsian bergegas menyelamatkan korban luka, akan tetapi sesampainya di sana, ia dikejutkan oleh kengerian di depan matanya.

“Kami cepat sampai di lokasi, dan api masih menyala di dapur dan tenda-tenda di sekitarnya. Ada puluhan jenazah dan orang meninggal, tapi kami tidak bisa membedakannya satu sama lain. Kami tidak tahu siapa yang terbakar. Mayat-mayat itu benar-benar cacat dan tercabik-cabik. Kami berjalan di atas api dan mayat-mayat itu dalam upaya untuk mengeluarkan siapa pun yang masih hidup,” kata Nidal al-Attar.

Nidal menegaskan bahwa bom yang menargetkan perkemahan itu bukanlah bom biasa, melainkan senjata buatan Amerika sedang diuji Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza.

“Kami tidak menemukan apa pun. Tidak ada hal yang memerlukan pengeboman. Yang kami temukan hanyalah anak yang hancur tercabik-cabik, tubuh hangus, dan organ tubuh berserakan. Kami menaruhnya di selimut dan mengeluarkannya. Ini adalah zona teror. Ini bukan zona aman, seperti yang diklaim tentara Israel” kata Nidal al-Attar.

Sementara itu, Taghreed Al-Astal (53 tahun), mengatakan kepada Mondoweiss bahwa kemarin ia sedang mempersiapkan tenda untuk tempat tidur keluarganya sebelum akhirnya ia dikejutkan oleh suara bom yang menakutkan itu.

Taghreed Al-Astal berada di tenda yang berjarak 350 meter dari lokasi pengeboman, akan tetapi pecahan peluru misil mencapai tendanya. Kelima anaknya mulai gemetar ketakutan dan bertanya apakah mereka semua akan mati dan dibakar hidup-hidup.

“Mereka bertanya kepada saya apakah kami masih hidup. Saya mencoba menenangkan mereka dan memberi tahu mereka bahwa semuanya sudah berakhir,” Taghreed Al-Astal.

Taghreed Al-Astal menceritakan bahwa tetangga mereka seorang lasia sedang menunaikan ibadah shalat Maghrib di depan tendanya. Saat pengeboman terjadi, ia terkena pecahan peluru.

“Otaknya benar-benar terlepas dari tengkoraknya dan jatuh ke tanah di depan mata kita,” kata Taghreed Al-Astal.

Taghreed Al-Astal mengatakan bahwa ia mulai memeriksa anak-anaknya satu per satu untuk memastikan mereka aman dan tidak terluka.

“Putri sulung saya berada di luar tenda. Ketika pengeboman terjadi, ia segera mendatangi kami dan berkata kepada kami, periksa saya, apakah saya masih hidup?” Ia mengatakan bahwa semua anak laki-laki dan perempuan di daerah itu berteriak ketakutan.

Taghreed Al-Astal memberi tahu Mondoweiss bahwa setelah hari ini, ia mungkin akan pindah lagi. Ia merasa tidak aman lagi di tempat itu.

“Kemarin, kami bertanya-tanya dengan tetangga kami di kamp apakah kamp ini aman. Tetangga saya mengatakan kepada saya untuk yakin, bahwa tempat tersebut aman dan tidak akan terjadi apa-apa pada kami. Hari ini, pria tersebut meninggal, bersama putranya. Ia berada di depan tendanya sambil shalat pada waktu itu. Saya tidak tahu mengapa ia dibunuh,” kata Taghreed Al-Astal.

Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Senin (27/05), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 36.050 orang dan 81.026 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.

Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,7 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

Sumber: Mondoweiss, Palinfo

Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Beri Kuliah Umum di Mukernas ke-17 Wahdah Islamiyah: Wamenlu Anis Matta Beberkan Arah Baru Perjuangan Kemerdekaan Palestina

MAKASSAR – Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Muhammad Anis Matta mengatakan...

Spirit Perjuangan Al-Aqsha (2): Ustadz Ilham Jaya Paparkan Kondisi Palestina Terkini dan Keutamaan Masjidil Aqsha

MAKASSAR – Komite Solidaritas (KITA) Palestina sukses Gelar Edukasi tentang Masjid Aqsa...

Spirit Perjuangan Al-Aqsha (1): Ustaz Ikhwan Jalil Sebut Syahidnya Yahya Sinwar Bangkitkan Semangat Jihad di Seantero Negeri

MAKASSAR – Komite Solidaritas (KITA) Palestina sukses Gelar Edukasi tentang Masjid Aqsa...

Pejuang Medis Gaza: Tanpa Obat, Tanpa Air, Kirimkan Saja Kami Kain Kafan

GAZA UTARA – Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, Dr. Munir...