ArtikelKolom

Tufanul Aqsha: Gelombang Perlawanan untuk Kemerdekaan Tanah Palestina

Langit yang Berbisik tentang Perlawanan

Gaza, sebuah wilayah kecil yang terjepit di antara Laut Mediterania dan perbatasan Israel, adalah tempat di mana harapan dan perjuangan berpadu dalam harmoni yang memilukan. Di bawah langit yang biru, kota ini menyimpan cerita panjang tentang perlawanan dan keteguhan. Pada tanggal 7 Oktober 2023, langit Gaza tidak hanya menaungi bumi, tetapi juga menjadi saksi atas lembaran baru sejarah perlawanan yang dikenal sebagai Tufanul Aqsha atau Badai Al-Aqsha.

Ribuan pemuda yang biasa mengumandangkan azan dan memimpin salat tiba-tiba menghilang pada malam itu. Mereka bukan menghindar dari kewajiban, tetapi tengah mempersiapkan diri untuk melawan ketidakadilan yang telah mencekik tanah kelahiran mereka. Para orang tua bertanya-tanya, kemana perginya putra kebanggaannya malam ini? Para anak-anak bertanya-tanya, kemana perginya ayahnya yang gagah malam ini? Penuh misteri.

Ternyata esok harinya, beberapa menit selepas salam shalat shubuh yang syahdu, dalam keheningan fajar, roket-roket diluncurkan sebagai tanda bahwa Palestina masih berdiri teguh, menuntut keadilan yang lama dirampas. 5000 roket berhamburan membelah angkasa Gaza menuju berbagai kota penjajah, mengirimkan pesan: perlawanan untuk pembebasan.

Latar Belakang Perlawanan: Ketika Kedamaian Dipertanyakan

Dalam berbagai diskusi internasional, Palestina sering kali dipandang sebagai kawasan yang berada dalam kedamaian sementara. Namun, di balik perjanjian damai yang ditandatangani, tersembunyi realitas pahit yang dialami masyarakat Palestina. Ribuan warga di Tepi Barat ditahan tanpa alasan yang jelas, hanya karena dianggap “mengganggu ketenangan” pihak penjajah. Rumah-rumah mereka dihancurkan atas dasar aturan yang diskriminatif, yang menyatakan bahwa mereka “tidak memiliki izin” mendirikan bangunan di tanah yang telah mereka diami selama berabad-abad.

Lebih jauh lagi, di wilayah seperti Nablus, Jenin, dan Tulkarim, keluarga-keluarga Palestina mengalami intimidasi dan kekerasan. Bahkan anak-anak yang tidak berdosa kerap dijadikan sasaran penangkapan, dituduh menyebarkan kebencian hanya karena mengungkapkan pandangan mereka di media sosial.

Tidak hanya itu, para tahanan Palestina yang mendekam di penjara-penjara Israel hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Mereka mengalami pelecehan, penganiayaan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang mendasar. Di tempat-tempat yang seharusnya menjadi ruang pembinaan, para tahanan justru diperlakukan dengan cara yang tidak manusiawi. Pemerkosaa, sodomi, wanita melahirkan tanpa
pertolongan medis, dan segenap siksaan tiada berperikemanusiaan lainnya. Itulah latar yang terjadi disana, selama puluhan tahun. Kekejaman penjajah.

Awal Mula Tufanul Aqsha: Percikan yang Menyalakan Api Perlawanan

Pada 7 Oktober 2023, setelah salat Subuh, Brigade Izzudin Al-Qassam dan Saraya Al-Quds meluncurkan lebih dari lima ribu roket ke wilayah Israel. Serangan ini bukanlah tindakan tanpa alasan, melainkan respons atas berbagai bentuk ketidakadilan yang terus menerus dialami oleh rakyat Palestina. Dengan keberanian yang menggetarkan hati, mereka menyusup ke pemukiman-pemukiman Israel yang berdekatan dengan Jalur Gaza, seperti Ashkelon, Ashdod, Sderot, hingga Karem Abu Salem.

Muhammad Deif, komandan tertinggi Brigade Izzudin Al-Qassam, dalam sebuah pesan video, menyatakan bahwa Tufanul Aqsha adalah puncak dari kemarahan yang telah lama tersimpan. Ini adalah bukti bahwa perlawanan Palestina bukan sekadar reaksi spontan, melainkan hasil dari penindasan yang berlangsung selama puluhan tahun.

Ada berbagai alasan utama yang melatarbelakangi serangan Tufanul Aqsha ini: Pertama, di Tepi Barat, ribuan orang ditahan tanpa proses hukum yang jelas. Banyak yang dipenjara hanya karena dianggap menyinggung perasaan penjajah, atau karena diduga terlibat dalam kegiatan yang dianggap subversif.

Kedua, di berbagai wilayah seperti Nablus dan Jenin, warga sipil termasuk anak-anak sering kali ditangkap dengan alasan yang tidak masuk akal. Tuduhan-tuduhan tersebut mencakup hal-hal sepele, seperti unggahan media sosial yang kritis terhadap Israel.

Ketiga, para tahanan di penjara-penjara Israel mengalami berbagai bentuk kekerasan. Mereka diperlakukan secara tidak manusiawi, tanpa akses ke pengacara, bahkan tidak diberikan perawatan medis yang memadai.

Keempat, jalur Gaza sendiri terus mengalami blokade yang memperburuk kondisi ekonomi dan sosial. Blokade ini bukan hanya sekadar penghalang fisik, tetapi juga simbol penindasan yang merampas hak asasi manusia yang paling dasar.

Kelima, Mitos Sapi Merah dan Ancaman Perobohan Masjidil Aqsha. Pada Oktober 2023, Israel merayakan penutupan pembacaan Taurat tahunan, Simchat Torah. Simchat Torah (Simkhat Taurat; Simḥath Torah; juga Simkhes Toreh, bahasa Ibrani: ה ָורֹתּ ת ַח ְמ ִׂש, arti harfiah, “Bersukacita atas[/dengan] Taurat”) adalah hari raya Yahudi yang memperingati dan menandai penutupan siklus tahunan pembacaan Taurat di depan umum, dan permulaan siklus yang baru. Simhat Torah merupakan komponen dari hari raya yang diperintahkan dalam Alkitab Ibrani yaitu Shemini Atzeret (“Delapan hari pertemuan”; “Eighth Day of Assembly”), yang langsung mengikut festival Sukkot pada bulan Tisyri (jatuh antara pertengahan bulan September sampai awal Oktober pada kalender Gregorian).

Sejak tahun 2017, mereka juga mencari Sapi Merah, yang dianggap sebagai bagian dari ritual sacral untuk memungkinkan pembangunan kembali Haikal Sulaiman di lokasi Masjidil Aqsha. Menurut kepercayaan mereka, sapi merah tersebut harus sempurna tanpa cacat dan digunakan untuk upacara pensucian sebelum memasuki Masjidil Aqsha.

Pada tahun 2022, mereka berhasil menemukan bibit sapi merah dan memeliharanya di Nablus. Menyadari ancaman ini, Mujahidin di Gaza memutuskan bahwa serangan Tufanul Aqsha harus dilancarkan sebelum ritual tersebut dilaksanakan. Peristiwa Tufanul Aqsha terjadi hanya beberapa hari setelah insiden di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki, di mana puluhan pemukim Israel memasuki area tersebut selama perayaan hari kelima Sukkot. Tindakan ini memicu ketegangan lebih lanjut, mengingat sensitivitas situs suci tersebut bagi umat Islam dan sejarah panjang perselisihan terkait akses dan kontrol atasnya.

Tujuan Tufanul Aqsha: Sebuah Upaya untuk Menggoyahkan Israel. Ada tiga tujuan utama dari serangan Tufanul Aqsha:

  1. Menunda Ritual Sapi Merah
    Dengan melancarkan serangan besar-besaran, Mujahidin berusaha menghalangi ritual penyembelihan sapi merah yang bisa membuka jalan bagi perobohan Masjidil Aqsha.
  2. Menggoyahkan Stabilitas Pemerintahan Israel
    Serangan ini diharapkan dapat mengguncang pemerintahan Israel, mengurangi legitimasi mereka di mata dunia, dan menambah tekanan dari dalam negeri.
  3. Pertukaran Tawanan
    Dengan menawan ratusan warga Israel yang memiliki hubungan dengan pejabat tinggi, Mujahidin berharap dapat menukar mereka dengan ribuan tahanan Palestina, termasuk dua tokoh penting, Abdullah Barghouti, Marwan Barghouti, dan Anwar Sa’adat. Abdullah Barghouti: Sang Insinyur Peledak. Abdullah Barghouti adalah tokoh yang sangat penting dalam perlawanan Palestina. Dijuluki sebagai “Amirul Dhul” atau “Pangeran Bayangan”, ia adalah ahli bahan peledak yang memiliki kemampuan luar biasa dalam merancang serangan dengan dampak maksimal. Atas aksinya, ia dijatuhi hukuman 5200 tahun penjara oleh Israel. Meski terkurung, ia tetap menjadi simbol perlawanan yang tak tergoyahkan.

Marwan Barghouti: Pemimpin Fatah yang Berjiwa Keras

Marwan Barghouti, tokoh utama dalam faksi Fatah yang menentang Israel, dianggap sebagai calon pemimpin masa depan Palestina. Dukungan luas terhadapnya membuat Israel khawatir bahwa kebebasannya akan memperkuat perlawanan politik dan militer Palestina.

Ahmad Sa’adat: Pemimpin tanpa Kompromi

Ahmad Sa’adat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestine) sejak tahun 2001. Pada bulan Desember 2006 ia dijatuhi hukuman 30 tahun penjara Israel. PFLP saat ini menganggap pemerintahan pimpinan Fatah di Tepi Barat dan pemerintahan Hamas di Jalur Gaza illegal karena pemilihan Otoritas Nasional Palestina belum diadakan sejak tahun 2006. Pada tahun 2015, PFLP memboikot partisipasi dalam Komite Eksekutif PLO dan Dewan Nasional Palestina. PFLP secara umum mengambil tindakan keras terhadap aspirasi nasional Palestina dan menentang sikap Fatah yang lebih moderat. Mereka tidak mengakui Negara Israel, menentang negosiasi dengan pemerintah Israel, dan mendukung solusi satu negara terhadap konflik Israel-Palestina.

Taktik Perlawanan: Ketika Ketidakmungkinan Menjadi Keniscayaan

Setiap pertempuran dalam sejarah selalu ditandai dengan strategi yang matang dan perhitungan yang cermat. Bukan semata-mata keberanian yang menggerakkan sebuah perjuangan, melainkan juga kecerdikan dalam membaca situasi. Tufanul Aqsha tidak terjadi secara spontan, tetapi merupakan hasil dari perencanaan yang telah dipersiapkan selama bertahun-tahun.

Brigade Izzudin Al-Qassam dan Saraya Al-Quds memahami bahwa mereka menghadapi musuh yang memiliki kekuatan militer luar biasa. Dengan sistem pertahanan Iron Dome yang diklaim mampu menangkis hampir semua serangan udara, Israel percaya diri bahwa mereka tidak akan pernah tersentuh. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa tidak ada tembok pertahanan yang benar-benar tak tertembus. Seperti air yang menemukan celah di antara bebatuan, serangan ini membuktikan bahwa bahkan sistem pertahanan tercanggih pun memiliki batas. Dalam strategi perlawanan ini, ada beberapa taktik utama yang diterapkan:

  1. Serangan Udara yang Terkoordinasi
    Ribuan roket diluncurkan dalam waktu yang hampir bersamaan, menyebabkan system pertahanan Iron Dome kewalahan. Serangan ini bukan hanya bertujuan untuk melumpuhkan infrastruktur militer Israel, tetapi juga untuk mengguncang psikologi mereka.
  2. Penyusupan ke Wilayah Musuh
    Dengan menggunakan sepeda motor, mobil, dan bahkan terowongan bawah tanah, para pejuang Palestina memasuki wilayah-wilayah Israel yang berbatasan dengan Gaza. Serangan ini dilakukan dengan kecepatan tinggi, menciptakan kekacauan yang tidak terduga oleh pihak
    musuh.
  3. Penguasaan Pemukiman Strategis
    Sejumlah pemukiman Israel yang berdekatan dengan Jalur Gaza berhasil dikuasai dalam Waktu singkat. Hal ini memaksa Israel untuk mengerahkan pasukan dalam jumlah besar, mengalihkan fokus mereka dari serangan balasan yang lebih besar. Taktik ini menunjukkan bahwa dalam peperangan, bukan hanya kekuatan yang menentukan kemenangan, tetapi juga bagaimana suatu pihak mampu mengendalikan keadaan dan memanfaatkan momen yang tepat.

Dilema Israel: Ketika Kemenangan Tidak Lagi Jelas

Sejak Tufanul Aqsha dimulai, Israel menghadapi dilema yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Dalam banyak konflik sebelumnya, mereka selalu mampu mengendalikan situasi dengan cepat, baik melalui tekanan diplomatik maupun kekuatan militer. Namun kali ini, mereka mendapati bahwa situasi tidak semudah yang mereka bayangkan.

Pertama, serangan ini membuka mata dunia bahwa Israel tidak sekuat yang mereka klaim. Dengan anggaran militer yang mencapai miliaran dolar dan dukungan penuh dari negara-negara besar, mereka masih menghadapi perlawanan yang sulit dihentikan.

Kedua, perang ini membuat Israel kehilangan legitimasi di mata masyarakat internasional. Jika sebelumnya mereka selalu berhasil membangun narasi bahwa mereka adalah korban, kali ini dunia mulai mempertanyakan tindakan mereka. Serangan membabi buta ke wilayah sipil Gaza, penghancuran rumah sakit, serta pemblokiran akses bantuan kemanusiaan semakin memperjelas wajah asli penjajahan yang selama ini tertutupi oleh propaganda.

Ketiga, Israel harus menghadapi tekanan dari dalam negeri mereka sendiri. Masyarakat Israel mulai merasakan ketidakamanan yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Ketakutan ini tidak hanya datang dari ancaman roket, tetapi juga dari fakta bahwa para pejuang Palestina mampu menyusup ke wilayah mereka.

Dalam sejarah peperangan, ada satu pelajaran penting: kekalahan sejati tidak selalu datang dari medan tempur, tetapi dari hilangnya keyakinan dalam diri sendiri. Dan itulah yang mulai terjadi pada Israel.

Sejarah sebagai Cermin: Ketika David Menantang Goliath

Jika kita menengok ke belakang, sejarah telah mencatat bagaimana bangsa-bangsa kecil mampu bertahan melawan kekuatan besar. Palestina saat ini adalah gambaran dari perlawanan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki banyak senjata, tetapi memiliki keteguhan yang tak tergoyahkan.

Dalam perang kemerdekaan Indonesia, Serangan Umum 1 Maret 1949 mungkin hanya berlangsung satu hari, tetapi dampaknya mengubah arah perjuangan. Dunia melihat bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan untuk melawan, dan akhirnya Belanda kehilangan legitimasinya di panggung internasional.

Dalam Perang Vietnam, Amerika Serikat memiliki segala keunggulan teknologi dan militer, tetapi mereka akhirnya harus menarik diri setelah dua dekade perlawanan tanpa henti dari rakyat Vietnam. Dan hari ini, Palestina mengikuti jejak sejarah yang sama. Mereka mungkin tidak memiliki tank yang canggih atau jet tempur yang mutakhir, tetapi mereka memiliki sesuatu yang jauh lebih kuat: keyakinan bahwa keadilan akan menang pada akhirnya.

Masa Depan Palestina: Apakah Tufanul Aqsha Akan Berakhir dengan Kemenangan?

Setiap peperangan memiliki akhir, tetapi bagaimana akhirnya terjadi bergantung pada bagaimana dunia menanggapinya. Tufanul Aqsha telah membuka mata banyak orang bahwa perjuangan Palestina bukanlah sekadar konflik regional, melainkan persoalan keadilan global.
Ada dua kemungkinan masa depan dari perlawanan ini:

  1. Israel akan semakin terpojok di panggung dunia
    Dengan meningkatnya kesadaran global tentang ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina, tekanan internasional terhadap Israel akan semakin besar. Ini bisa berujung pada sanksi ekonomi, isolasi politik, dan hilangnya dukungan dari sekutu-sekutunya.
  2. Palestina akan semakin kuat dalam perlawanan jangka panjang
    Jika perlawanan ini terus berlanjut, generasi baru di Palestina akan tumbuh dengan kesadaran bahwa perjuangan ini bukan sekadar pertarungan militer, tetapi juga pertarungan untuk hak asasi mereka.

Sejarah telah mengajarkan bahwa perubahan tidak terjadi dalam sekejap. Namun, setiap revolusi dimulai dengan sebuah langkah pertama, dan Tufanul Aqsha adalah langkah pertama menuju babak baru dalam sejarah Palestina.

Kemungkinan diatas nampak sangat optimis, namun optimisme adalah bagian dari nilai Islam. Tugas kita semua saat ini adalah memelihara, merawat, dan terus menumbuhkan semangat optimisme tersebut. Meskipun lebih dari 50.000 syuhada telah terkorbankan menuju ke-syahid-an-nya.

Penutup: Ketika Sejarah Sedang Ditulis, di Manakah Kita Berdiri?

Kita hidup di masa di mana sejarah sedang ditulis dengan darah dan air mata. Pertanyaannya bukanlah siapa yang akan memerdekakan Palestina, tetapi apakah kita akan menjadi bagian dari mereka yang berkontribusi dalam perjuangan ini?

Di masa lalu, ada mereka yang memilih untuk tetap diam, membiarkan ketidakadilan terus berlangsung karena merasa itu bukan urusan mereka. Tetapi sejarah tidak pernah mencatat nama mereka yang diam. Sejarah hanya mengingat mereka yang berani berdiri di sisi yang benar, meskipun dengan risiko yang besar.

Hari ini, Palestina tidak hanya berjuang untuk tanah mereka, tetapi untuk seluruh dunia yang percaya bahwa keadilan harus ditegakkan. Mereka bukan hanya bertempur dengan senjata, tetapi juga dengan harapan, doa, dan keteguhan yang tak tergoyahkan. Dan bagi kita yang menyaksikan peristiwa ini, satu pertanyaan besar harus dijawab: Di manakah kita berdiri ketika sejarah sedang ditulis?

Langit Gaza mungkin masih kelam, tetapi di kejauhan, fajar mulai menyingsing. Ketika cahaya itu akhirnya menerangi Masjidil Aqsha, sejarah akan mencatat siapa saja yang pernah berdiri di sisi kebenaran. Semoga itu saya dan anda.

**********

Penulis: Ustaz Ir. Muhammad Agung Bramantya, S.T., MT., M.Eng., Ph.D., IPM., ASEAN Eng
(Lecturer in Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada (UGM), Assistant Professor of Mechanical Engineering, Universitas Gajah Mada (UGM), dan Ketua Ikatan Cendekiawan Wahdah Islamiyah (ICWI))

Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Palestina

ArtikelKolom

Muhammad al-Daif (Bag 1): Simbol Perlawanan Palestina yang Tak Tergoyahkan

Muhammad al-Daif adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah perlawanan Palestina. Namanya bukan hanya dikenal di Gaza, tetapi juga di seluruh dunia...

ArtikelKolom

Narasi Kegagalan yang Diakui Sendiri oleh Elit Penjajah Israel

Dalam sejarah panjang konflik Palestina-Israel, pertempuran di Gaza selalu menjadi salah satu ujian terberat bagi Israel. Gaza, dengan segala keterbatasannya akibat blokade dan...

ArtikelKolom

Tufanul Aqsha: Gelombang Perlawanan untuk Kemerdekaan Tanah Palestina

Langit yang Berbisik tentang Perlawanan Gaza, sebuah wilayah kecil yang terjepit di antara Laut Mediterania dan perbatasan Israel, adalah tempat di mana harapan...

ArtikelKolom

Inspirasi dari Ketahanan Gaza dan Tekad untuk Kemerdekaan Palestina

Pasca operasi “Badai Al-Aqsha,” Gaza berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan, tetapi semangat perlawanan tetap hidup. Menurut laporan PBB, lebih dari 50.000 nyawa...

ArtikelKolom

Kemenangan Gaza dan Pengakuan Kekalahan Penjajah Israel Mengalahkan Pejuang

Konflik di Gaza adalah salah satu konflik paling kompleks dan berkepanjangan dalam sejarah modern. Sebagai bagian dari konflik yang lebih luas antara Palestina...

Program Penyaluran Bantuan

BeritaInternasionalNasionalProgram

KITA Palestina dan Wahdah Inspirasi Zakat Perkuat Solidaritas untuk Gaza, 600 Warga Az-Zaitun Terima Bantuan

GAZA – Komite Solidaritas Palestina dan Wahdah Inspirasi Zakat (WIZ) semakin memperkuat...

BeritaNasionalProgram

Dikawal Langsung Ustadz Zaitun Rasmin, KITA Palestina dan WIZ Kirim 12 Truk Bantuan Kemanusiaan ke Palestina

JAKARTA – Komite Solidaritas Palestina, Wahdah Inspirasi Zakat (WIZ) sebagai bagian dari...

BeritaInternasionalNasionalProgram

Rantai Kebaikan di Tengah Blokade, WIZ dan KITA Palestina Jangkau Masyarakat Gaza dengan Bantuan Pangan

GAZA — Wahdah Inspirasi Zakat (WIZ) bersama Komite Solidaritas Palestina kembali menunjukkan...

BeritaInternasionalNasionalProgram

KITA Palestina dan WIZ bersama Mitra Lokal Gaza Buka Layanan Dapur Umum untuk Warga Pengungsi

GAZA – Dalam rangka menyambut momen Muharram, Komite Solidaritas (KITA) Palestina dan...

Related Articles

Muhammad al-Daif (Bag 1): Simbol Perlawanan Palestina yang Tak Tergoyahkan

Muhammad al-Daif adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah perlawanan Palestina....

Narasi Kegagalan yang Diakui Sendiri oleh Elit Penjajah Israel

Dalam sejarah panjang konflik Palestina-Israel, pertempuran di Gaza selalu menjadi salah satu...

Inspirasi dari Ketahanan Gaza dan Tekad untuk Kemerdekaan Palestina

Pasca operasi “Badai Al-Aqsha,” Gaza berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan, tetapi...

Kemenangan Gaza dan Pengakuan Kekalahan Penjajah Israel Mengalahkan Pejuang

Konflik di Gaza adalah salah satu konflik paling kompleks dan berkepanjangan dalam...